Anak Muda Makin Jauh dari Tradisi? Atau Justru Lebih Dekat?

Di balik gaya hidup modern dan praktis, ada tanda-tanda anak muda Hindu mulai kembali mencintai tradisi mereka. Tapi, dengan cara yang berbeda. Pernah dengar kalimat seperti ini?

  • “Anak zaman sekarang makin nggak tahu adat.”
  • “Kalau bukan dipaksa orang tua, mereka ogah ikut upacara.”
  • “Lebih sibuk main HP daripada bantuin di dapur pura.”

Sekilas terdengar miris, ya? Tapi benarkah generasi muda Hindu sekarang semakin jauh dari tradisi? Atau jangan-jangan… mereka justru sedang mendekat, hanya dengan cara yang berbeda dari generasi sebelumnya?

Tradisi Tidak Harus Kuno

Mari kita jujur: zaman memang sudah berubah. Anak muda hidup di tengah gempuran teknologi, budaya global, dan tekanan hidup yang berbeda dari masa orang tua kita dulu. Namun, bukan berarti mereka melupakan akar. Sekarang, banyak anak muda membuat konten edukatif tentang Hindu, membagikan makna upacara lewat TikTok, mengulas lontar di YouTube, hingga menjual banten dan perlengkapan sembahyang via online. Apa ini bukan bentuk cinta pada tradisi juga? Bagaimana dengan artikel, blog dan konten lain di website Puskor Hindunesia ini? Bukankah kita sedang ada di dalamnya? Metodenya berbeda, mengikuti jaman, kreatif, dan kadang sedikit kontroversial, namun niatan kita bukannya sama?

Sosial Media: Musuh atau Sarana?

Daripada menganggap sosial media sebagai pengalih perhatian, kenapa tidak kita anggap sebagai jembatan tradisi ke zaman baru Seorang pemuda bisa lupa waktu saat bermain game, tapi juga bisa habiskan waktu bikin konten tentang Tumpek Landep atau makna Tri Hita Karana. Semua tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Mungkin pertanyaannya bukan “mengapa mereka sibuk dengan HP”, tapi: “Apakah kita sudah memberikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan tradisi dengan caranya?

Gaya Beda, Nilai Sama

Dulu, anak muda menunjukkan bakti dengan ikut ngayah di pura atau menari saat piodalan. Sekarang, mereka bisa menunjukkan bakti dengan menciptakan ilustrasi Dewa-Dewi, membuat video edukasi Hindu, atau mengembangkan aplikasi kalender Bali digital. Tradisi bukan sekadar bentuk luar. Ia hidup ketika nilai-nilainya tetap dipegang — meski cara menyampaikannya berubah.

Tantangan untuk Kita Semua

Tentu masih ada anak muda yang belum paham pentingnya tradisi. Tapi apakah mereka sudah diberi ruang untuk bertanya? Untuk memahami, bukan hanya disuruh ikut-ikutan saja?

Mari kita renungkan:

  • Apakah aku sudah memberi penjelasan, bukan hanya perintah?
  • Apakah aku mengajak anak muda berdialog, bukan menghakimi?
  • Apakah aku terbuka melihat tradisi dibawakan dengan cara yang lebih kreatif?

Perubahan Tak Harus Menakutkan

Tradisi yang kaku bisa ditinggalkan. Tapi tradisi yang lentur dan menyentuh hati akan bertahan, bahkan berkembang. Mungkin, tugas kita sekarang bukan mempertahankan bentuk tradisi yang lama, tapi menyemai nilai-nilai Hindu ke dalam cara-cara baru yang dipahami anak muda.

____________________

Apakah kamu generasi muda yang mencintai tradisi dengan caramu sendiri?
Atau orang tua yang sedang belajar menerima cara baru anak-anak mencintai Hindu?
Ceritakan pengalamanmu di komentar, yuk!

Bagikan Postingan ini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *