Kenapa Banyak Simbol Hindu yang Mulai Dianggap ‘Kuno’ oleh Anak Muda?

Di berbagai sudut rumah umat Hindu, kita sering melihat simbol-simbol suci yang mungkin sudah sangat familiar—swastika, trisula, padmasana, pelinggih, bahkan omkara. Tapi pernahkah kita bertanya, apakah generasi muda benar-benar memahami makna simbol-simbol itu?

Kini, saat dunia berjalan makin cepat, media sosial makin ramai, dan desain makin minimalis, simbol-simbol Hindu kadang dianggap kuno, bahkan tak relevan. Ada yang sekadar memasangnya karena “sudah kebiasaan”, tanpa tahu apa artinya. Ada juga yang mulai menghindari simbol-simbol itu karena takut dikira “jadul” atau tidak estetik. Pertanyaannya, apa benar simbol Hindu tidak relevan lagi di zaman modern?

Simbol Bukan Hiasan, Tapi Bahasa Rohani

Dalam ajaran Hindu, simbol bukan sekadar lambang visual. Ia adalah bahasa, jembatan, dan bahkan cermin dari apa yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Misalnya, swastika—bukan hanya simbol keberuntungan, tapi cerminan dari keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan. Keempat sisinya menunjukkan arah mata angin, perjalanan hidup, bahkan fase kehidupan manusia.

Namun sayangnya, banyak dari kita yang hanya melihat simbol secara lahiriah. Kita tempel swastika di tembok pura, pasang omkara di mobil, namun lupa menanamkan makna spiritualnya dalam diri. Apakah kita sedang kehilangan kedalaman, digantikan oleh tampilan?

Ketika ‘Estetika’ Mengalahkan Makna

Kita hidup di era estetika—di mana visual sangat menentukan apakah sesuatu “layak dilihat” atau “layak dibagikan”. Akibatnya, banyak anak muda merasa simbol-simbol Hindu tidak cocok dengan gaya hidup modern. “Kurang clean”, “terlalu ramai”, atau bahkan “nggak cocok sama warna rumah”. Tapi coba bayangkan, bagaimana kalau kita melihat simbol bukan sebagai ornamen, melainkan sebagai pengingat? Sebuah reminder tentang hubungan kita dengan Sang Hyang Widhi, dengan alam, dan dengan diri sendiri. Simbol bisa saja sederhana, tapi maknanya dalam. Masalahnya bukan pada bentuknya, tapi pada bagaimana kita memaknai dan menghayatinya.

Simbol yang Membumi dan Membimbing

Coba kita lihat padmasana, misalnya. Bukan sekadar pelinggih, tapi perlambang kehampaan yang suci, tempat Ida Sang Hyang Widhi bersemayam secara niskala. Atau trisula, yang tak hanya senjata Dewa Siwa, tetapi juga lambang pengendalian pikiran, kata-kata, dan perbuatan. Apakah anak-anak muda sekarang tahu itu? Atau cukup puas dengan “yang penting ada simbolnya”? Di titik ini, kita perlu bertanya: Apakah aku mewarisi simbol, atau hanya mengulangi tanpa mengerti?

Simbol dalam Era Digital

Menariknya, justru sekaranglah saat yang paling potensial untuk menghidupkan kembali makna simbol-simbol ini. Media sosial, film, animasi, bahkan desain grafis modern bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk memperkenalkan kembali simbol Hindu secara relevan. Bayangkan konten-konten edukatif yang menjelaskan makna simbol Hindu dengan cara ringan dan visual yang menarik. Atau anak muda yang memakai kalung omkara bukan hanya karena tren, tapi karena tahu bahwa itu lambang vibrasi ilahi yang ada dalam dirinya. Kita tak perlu mengubah simbol-simbol itu. Yang kita perlu ubah adalah cara kita bercerita tentangnya.

Menemukan Makna Lewat Refleksi

Tidak ada yang salah dengan mengikuti zaman. Tapi alangkah indahnya jika kita bisa menyelaraskan antara modernitas dan makna. Simbol-simbol suci ini adalah warisan, bukan beban. Mereka bukan penghalang kemajuan, tapi justru pengingat tentang siapa kita sebenarnya. Mungkin, yang perlu kita tanyakan bukan “Kenapa simbol ini masih ada?”, tapi: “Kenapa aku belum sempat mengenal lebih dekat makna simbol ini?”

______________________________

Apa simbol Hindu yang paling sering kamu lihat di rumah?
Coba cari tahu maknanya, dan bagikan pengalamanmu di kolom komentar.
Siapa tahu, satu makna kecil bisa membuka kesadaran besar.

Bagikan Postingan ini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *